Rabu, 13 Oktober 2010

studi kasus

KONTROVERSI BUTA AKSARA









STUDI KASUS







Oleh :

AINUR RASYID (100210402087)




Program Studi Pendidikan. Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember

Oktober 2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah studi kasus yang berjudul “Kontroversi Buta Aksara”. Tugas karya ilmiah studi kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MABA)

Penyelesaian karya ilmiah studi kasus ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena itu kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Panitia Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MABA).
2. Pemateri Sifat Kritis
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penyusun juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan tugas karya ilmiah studi kasus ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 05 Oktober 2010.



Penyusun,




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya angka Buta Aksara di Jember akhirnya menimbulkan perdebatan (kontroversi) di kalangan masyarakat. Pasalnya, beberapa bulan lalu Bupati M.Z.A Djalal telah mengemukakan bahwa di Jember telah bebas buta aksara seratus persen. Sekali lagi, seratus persen.

Pernyataan berikut Bupati Djalal kala itu memang sempat mengundang kekaguman, sekaligus kegalauan masyarakat. Kagum karena (jika benar) bahwa Jember bebas buta huruf seratus persen. Berarti tidak seorang pun di Jember warganya yang tidak bisa baca tulis.

Namun menjadi galau (ragu-ragu) apa benar dua juta lebih warga Jember bisa baca tulis semua. Padahal, jika kita mau jujur masih dijumpai satu, dua, bahkan ribuan warga yang masih Buta Huruf. Paling tidak kalangan warga lanjut usia (lansia), terutama yang tinggal di pelosok desa.

Mengapa Pemkab Jember saat itu berani mematok angka seratus persen bukan sembilan puluh persen koma sekian, misalnya. Seandainya Saat itu Pemkab menyebut angka di bawah seratus persen mungkin hampir semua warga masyarakat bisa memahami. Bahkan seandainya menyebut angka di atas 60 persen saja masyarakat masih bisa maklum.

Kini, fakta berbunyi sebaliknya. Berdasarkan data Kementrian Pendidikan Nasional bahwa angka Buta Aksara di Jember masih mencapai 203 ribu orang. Ini dinilai termasuk tertinggi di Jawa Timur, bahkan secara Nasional. Padahal bulan Mei lalu, Jember berhasil meraih Widya Krama, penghargaan pemberantasan Buta Aksara bergengsi dari Kemendiknas.

Dibanding jumlah penduduk yang mencapai 2,3 juta orang, angka 203 ribu penyandang Buta Aksara memang relatif kecil. Yakni hanya sekitar sepuluh persen saja. Karena itu, seandainya saat Pemkab menyebut angka di bawah seratus persen saja, mungkin tak akan menimbulkan kontroversi akurasi data penyandang Buta Aksara di Jember.

Meski demikian kita perlu apriori, apalagi menyalahkan Pemkab, khususnya Dinas Pendidikan. Sebab, upaya untuk memberantas Buta Aksara di Jember telah dilakukan sangat maksimal. Termasuk mengerahkan segenap elemen masyarakat, melalui jajaran TNI, Polri, Perguruan Tinggi, hingga Tokoh Masyarakat. Hasilnya, memang luar biasa. Paling tidak, tingkat pemberantasan Buta Aksara di Jember mencapai 90 persen lebih.

Kita berharap agar dalam melaksanakan program yang menyangkut peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) hendaknya tidak berdasarkan target dan main klaim. Sebab, ukuran kebrhasilannya sangat relatif, tidak matematis. Lebih-lebih dalam mengejar target tersebut, semata untuk mengaharapkan sebuah penghargaan misalnya.

B. Rumusan Masalah
• Bagaimana persepsi penyusun tentang kontroversi tersebut?
• Bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk memberantas Buta Aksara?
• Lebih akurat manakah data dari Pemkab Jember atau Kemendiknas?


C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
• Mengetahui tentang kebenaran kontroversi Buta Aksara
• Membina diri untuk mempunyai sifat kritis
• Mengetahui langkah-langkah pemberantasan Buta Aksara






































BAB II
PEMBAHASAN

Persepsi penyusun tentang kontroversi Buta Aksara di Kabupaten Jember ini adalah salah satu akibat dari salah komunikasi (miss communication) dari lembaga pemerintah yang ada di Jember. Kontroversi ini tidak akan muncul jikalau seluruh lembaga bekerja sama untuk memberantas Buta Aksara yang ada di Jember.. penyusun yakin Bupati Djalal mengeluarkan komentar bahwa Jember telah terbebas dari buta aksara atas dasar beberapa bukti yang ada. begitu juga dengan Kemendiknas.

Bagaimana langkah tepat untuk memberantas penyakit suatu daerah salah satunya Buta Aksara yaitu dengan kerja sama antar lembaga pemerintahan yang ada di Jember. Karena dengan kerja sama ditambah kerja yang profesional akan menghasilkan hasil yang memaskan.

Lalu data manakah yang lebih akurat?. tentunya data yang dihasilkan dari kerja sama. Karena dengan hasil kerja sama semua lembaga pemerintahan yang ada di Kabupaten Jember akan tahu hasil yang sebenarnya terjadi.










BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ternyata Buta Aksara yang terjadi di Kabupaten Jember adalah terjadinya salah komunikasi antar lembaga pemerintahan yang ada di Kabupaten Jember. Andaikan seluruh lembaga yang ada di Kabupaten Jember bekerja sama maka akan menghasilkan data yang memuaskan.

B. SARAN

Saran penyusun hanyalah mengharap kepada seluruh pemerintahan yang ada di Kabupaten Jember. Dengan kerja sama hidup ini menjadi lebih menarik dan menghasilkan hasil yang memuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar